Berikut ini Contoh PTK IPA Kelas II BAB II Terbaru dengan judul
UPAYA
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA
KONKRIT PADA
SISWA KELAS II SD TAHUN PELAJARAN 2013/2014
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
- Kajian Pustaka
1.
Pengertian IPA
IPA yang merupakan kependekan dari Ilmu Pengetahuan Alam
secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta.
Dalam kurikulum pendidikan dasar terdahulu (1994)
dijelaskan pengertian IPA (sains) sebagai hasil kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang
diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain
penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan.
Dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara
mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta.
Menurut Herlen (1992: 3) ucapan Enstein: “science is the attempt to make the chaotic
diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of
thought”.
Mempertegas bahwa IPA merupakan bentuk uapaya yang
membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir logis tertentu,
yang dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah.
Untuk membahas hakikat IPA, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebagaimana dikemukakan oleh Dahar RW. (1996: 15-16), sehingga
memungkinkan para guru memahami IPA dalam perspektif yang lebih luas. Menurut
Dahar, sekurang-kurangnya ada tujuh ruang lingkup pemahaman IPA, yaitu:
a. IPA sebagai Kumpulan Pengetahuan
b. IPA sebagai suatu Proses Penelusuran (investigation)
c. IPA sebagai Kumpulan Nilai
d. IPA sebagai Cara untuk Mengenal Dunia
e. IPA sebagai Institusi Sosial
f. IPA sebagai Hasil Konstruksi Manusia
g. IPA sebagai Bagian dari Kehidupan Sehari-Hari
Ruang lingkup IPA sebagaimana diungkapkan oleh Ristasa
(2009:17) dapat dikategorikan ke dalam tiga Dimensi, yaitu dimensi produk,
Dimensi proses, dan dimensisikap.
Whyne Harlen (1987) dalam Teaching and Learning Primary Science menjelaskan Sembilan sikap
ilmiah yang harus dikembangkan sejak dini pada siswa sekolah dasar yang
dimunculkan ketika siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah. Kesembilan
sikap tersebut adalah:
a. Sikap ingin tahu (curiosity);
b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality);
c. Sikap kerjasama (cooperation);
d. Sikap tidak putus asa (perseverance);
e. Sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness);
f. Sikap mawas diri (self critism);
g. Sikap tanggung jawab (responsibility);
h. Sikap berpikir bebas (independence
in thinking);
i.
Sikap kedisiplinan (self discipline).
Dari keseluruhan uraian tentang hakikat IPA di atas,
kiranya cukup jelas bahwa pendidikan IPA itu bukan sekedar berisi rumus-rumus
dan teori-teori, melainkan suatu proses dan sikap.
2.
Pembelajaran IPA yang Efektif
Dalam buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif
(Depdiknas, 2003:5-6) pembelajaran secara umum diartikan sebagai kegiatan
belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa serta mengacu pada pencapaian
kompetensi individual setiap siswa.
Ada baiknya jika guru yang akan merancang pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar memperhatikan tujuh ciri utama pembelajaran efektif yang
memberdayakan potensi siswa sebagaimana diuraikan pada buku tersebut
(Depdiknas, 2003: 7-11). Ketujuh ciri itu adalah:
a. Berpijak pada ciri konstruktivisme.
b. Berpusat pada siswa.
c. Belajar dengan mengalami.
d. Mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional.
e. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan.
f. Belajar sepanjang hayat.
g. Perpaduan kemandirian dan kerjasama.
Pembelajaran IPA yang efektif juga dicerminkan oleh
tingginya kadar on-task (aktivitas
edukatif) dan rendahnya kadar off-task
(aktivitas nonedukatif) siswa dalam pembelajaran. Menurut Belen (2003: 42)
salah satu upaya untuk meningkatkan kadar on-task
adalah mengembangkan kegiatan hand-on
(psikomotor) dan mind-on (kognitif)
melalui sejumlah keterampilan (skill)
yang dilakukan siswa dalam kelas.
3.
Pembelajaran Aktif
Model pendekatan pembelajaran aktif menurut S. Belen
(2003: 12-24) adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan
membangun makna/pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan
oleh pengajar.
Suasana pembelajaran aktif adalah suasana belajar
mengajar yang membuat siswa melakukan pengalaman, interaksi, komunikasi, dan refleksi.
4.
Hasil Belajar Pemahaman
Hasil belajar adalah
kemampuan siswa setelah melalui kegiatan belajar Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) (2001:391) disebutkan bahwa hasil adalah: 1) Sesuatu yang
diadakan atau dibuat, atau dijadikan dsb untuk usaha. 2) Pendapat, perolehan,
buah. 3) Akibat. 4) Pajak, sewa
tanah.
Jhon
M. Kella dalam Mulyono
(2007:391) memandang hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem
pemprosesan sebagai masukan yang berupa informasi. Berbagai masukan tersebut
dikelompokan menjadi personal input dan environmental input.
Hasil belajar mengacu
pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa akibat dari kegiatan pembelajaran
yang dilakukan. Menurut Angkowo (2007: 47) belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang diamati.
Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor
yang datang dari luar siswa. (Lark dalam Angkowo, 2007: 50) mengungkapkan bahwa
hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh siswa dan 30% dipengaruhi
oleh lingkungan.
5.
Kesungguhan Belajar
Secara umum banyak yang mengaitkan kesungguhan belajar
dengan minat dan motivasi. Kesungguhan merupakan aspek penting motivasi yang
mempengaruhi perhatian, belajar, berpikir, dan berprestasi (dalam Pintrich dan
Schunk, 1996 seperti dikutip, Hera Lestari Mikarsa, dkk. 2007: 33).
Menurut Krapp, Hidi, dan Remninger seperti dikutip, Hera
Lestari Mikarsa, dkk (2007: 35) “Kesungguhan merupakan dorongan dari dalam diri
seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara
selektif, yang menyebabkan dipilihnya suatu objek yang menguntungkan,
menyenangkan, dan lama-kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya.”
6.
Alat Peraga Konkrit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:24), alat
peraga adalah alat bantu untuk mendidik atau mengajar Supaya apa yang diajarkan
mudah dimengerti oleh anak didik.
Menurut Jean Piaget, sebagaimana dikutip oleh Abin
Syamsudin (2006:17), perkembangan kognitif anak sekolah dasar berada pada tahap
perkembangan operasional konkrit. Pada anak usia ini akan lebih mudah dipahami
jika menggunakan objek-objek konkrit dan anak terlibat langsung di dalamnya.
Menurut Nasution, sebagaimana dikutip oleh Udin S.
Winata Putra (2006:915), pada dasarnya siswa memiliki minat (Sense of Interest) dan dorongan ingin
melihat kenyataan (Sense of Reality).
Upaya untuk mengembangkan dua potensi siswa tersebut, guru dituntut untuk dapat
menentukan sumber pembelajaran yang menunjukkan kegiatan belajar mengajar.
Sumber belajar yang dapat dengan mudah dihadirkan di
dalam kelas, sehingga secara langsung dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar
mengajar adalah alat peraga.
Alat peraga konkrit untuk menjelaskan konsep bagian
utama hewan dan tumbuhan adalah ayam, hewan lain di sekitar sekolah, dan
tumbuhan di halaman sekolah. Alat peraga konkrit di atas digunakan untuk
mendemonstrasikan dan menjelaskan tentang konsep bagian utama hewan dan
tumbuhan.
- Kerangka Berpikir
Belajar menggunakan alat peraga konkrit menekankan
bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari. Untuk itu diperlukan
ketepatan media yang mampu mengaktifkan siswa, yaitu alat peraga konkrit. Pada
proses pembelajaran, diharapkan penanaman fakta dan konsep benar-benar melalui
proses yang dialami langsung oleh siswa. Dengan penggunaan alat peraga konkrit diharapkan
akan meningkatkan tujuan pembelajaran. Melalui pembelajaran seperti ini akan
lebih bermakna dan berkesan bagi siswa yang pada akhirnya akan mampu memperoleh
hasil yang optimal. Dengan demikian dapat dibuat bagan sebagai berikut:
Gambar
2.1 Bagan Kerangka Berpikir
- Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
tindakannya adalah “penggunaan alat
peraga konkrit dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep bagian
utama hewan dan tumbuhan”.
E. Indikator
Kinerja Penelitian
Indikator yang digunakan untuk mengukur
peningkatan prestasi belajar siswa adalah adanya peningkatan prestasi belajar
siswa baik secara klasikal maupun individual. Secara individual, siswa dinyatakan
tuntas belajar jika telah mencapai tingkat pemahaman materi 70% yang
ditunjukkan dengan perolehan nilai tes formatif 70 atau lebih.
Kriteria yang digunakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan perbaikan pembelajaran adalah jika ada
peningkatan hasil belajar secara klasikal dan individual, serta minimal 90%
dari siswa tuntas dalam belajar, maka intervensi yang dilakukan dikatakan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Peningkatan keaktifan
siswa diamati saat pembelajaran berlangsung, siswa
menjawab maupun mengajukan pertanyaan, interaksi antar siswa ketika siswa
melakukan kerja kelompok, dalam kegiatan kerja kelompok dicatat keterlibatan
masing-masing siswa dalam. Data peningkatan keaktifan siswa diperoleh dari
lembar pengamatan.
Kriteria peningkatan keaktifan siswa diukur
dengan pedoman penilaian sebagai berikut:
1. Nilai 50-59 kategori D = Kurang
2. Nilai 60-69 kategori C = Cukup
3. Nilai 70-79 kategori B = Baik
4. Nilai ≥ 80 kategori A = Amat Baik
UPAYA
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA
KONKRIT PADA
SISWA KELAS II SD TAHUN PELAJARAN 2013/2014, semoga bermanfaat.